Jakarta | Militan – Kerugian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di beberapa pemilihan kepala regional minggu lalu menandakan bahwa partai ini membutuhkan strategi baru.
Yang mungkin mempengaruhi, bagaimana partai itu memposisikan dirinya sehubungan dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Pemilihan kepala regional secara simultan pada hari Rabu (27/11) dipandang sebagai kesempatan kembali bagi PDI-P untuk menegaskan kembali dominasinya dalam politik nasional.
Setelah kandidatnya, Ganjar Pranowo mengalami kekalahan telak dari Prabowo dalam pemilihan presiden pada bulan Februari.
Tetapi hasil yang diproyeksikan dari pemilihan regional menunjukkan kemunduran lain bagi partai nasionalis terbesar di negara ini.
PDI-P mengalami kerugian di provinsi terpadat di Jawa, termasuk wilayah asalnya Jawa Tengah.
Hasil penghitungan cepat dari berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa Andika Perkasa, kandidat gubernur PDI-P di Jawa Tengah, telah mengungguli tiket saingannya Ahmad Luthfi, yang didukung oleh partai pro-Prabowo Widodo dan didukung oleh mantan presiden Jokowi.
Pakar politik, Yoes Kenawas mengatakan bahwa sementara kampanye Jokowi untuk Luthfi telah memainkan peran utama dalam mencegah Andika dari PDI-P untuk memenangkan pemilihan provinsi dan kini partai perlu membuat strategi ulang untuk pemilihan mendatang.
“Itu perlu terlibat dalam refleksi diri pada pengaruhnya yang memudar di Jawa Tengah,” kata Yoes.
“Partai juga harus memikirkan kembali bagaimana memperkuat hubungannya dengan NU”imbuhnya.
PDI-P adalah partai terbesar dan satu-satunya di Dewan Perwakilan Rakyat yang belum secara resmi memutuskan apakah akan bergabung dengan pemerintahan koalisi Prabowo, sambil menunggu keputusan oleh ketua partai Megawati Soekarnoputri di kongres nasionalnya tahun depan.
PDI-P adalah partai pro-pemerintah terbesar selama dekade terakhir pemerintahan sebelumnya, sampai akhirnya Jokowi berpisah menjelang pemilihan presiden 2024, setelah dirinya memberikan dukungannya secara diam-diam untuk Prabowo.
“Serangkaian peristiwa menjelang pemilihan regional menunjukkan bahwa aliansi Prabowo-Jokowi tetap kuat,” kata analis Airlangga Pribadi.
“Dengan Jokowi memainkan faktor utama dalam kegagalan PDI-P di Jawa Tengah, partai akan memiliki alasan yang lebih kuat untuk menjauhkan diri dari koalisi yang berkuasa.” imbuhnya.
Namun Airlangga juga mencatat, fakta bahwa Jokowi masih memiliki beberapa pengaruh dalam pemilihan daerah tampaknya telah membuat Prabowo dalam dilema.
Hal ini terlihat dalam cara ketua Partai Gerindra menghindari konfrontasi langsung dengan Megawati.
Meskipun kedua pemimpin partai berada di ujung yang berlawanan dari pemilihan presiden dan kepala regional tahun ini.
“Sepertinya komitmen masa lalu yang dibuat antara dia dan Jokowi, bersama dengan konsolidasi kekuasaan yang muncul pada akhir masa jabatan kedua Jokowi, telah membuat tangan Prabowo terikat.” ujar Airlangga
Sementara itu, Yoes menunjukkan bahwa apa pun bisa terjadi di masa depan, karena Prabowo masih membutuhkan PDI-P di pihaknya jika partai anggota dalam koalisi pemerintahan cacat.
PDI-P telah menyalahkan kemungkinan kekalahannya di Jawa Tengah, Banten dan Sumatera Utara serta provinsi terbesar di luar Jawa, atas ambisi Jokowi yang tidak pernah berakhir untuk kekuasaan serta keberpihakan di antara para kepala daerah sementara.
Politisi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad memberi tanggapan ia telah menantang PDI-P untuk melaporkan tuduhan kecurangan pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dengan mengatakan bahwa tuduhan semacam itu hanya dapat dibuktikan jika laporan diserahkan kepada Bawaslu. (die)