Jakarta | Militan – Indonesia menempati posisi kedua dunia dengan kasus Tuberkulosis (TBC) tertinggi, hanya kalah dari India. Data ini diungkap oleh Dr. Ungky Agus Setyawan Sp.P (K), dokter spesialis paru di Malang, yang menyebut angka kematian akibat TBC di Indonesia mencapai 140.000 jiwa per tahun.
“Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah munculnya TBC resisten obat (TBC RO) yang angka kejadiannya semakin tinggi dan melejit di Indonesia,” ungkap Dr. Ungky.
Berdasarkan Global TB Report 2022, diperkirakan ada 969.000 kasus TBC di Indonesia. Pengobatan TBC yang sensitif obat minimal enam bulan, meskipun kini ada pilihan pengobatan empat bulan dengan obat baru.
“Masalahnya, angka putus berobat pada TBC RO cukup tinggi karena efek samping obat yang beragam dan bisa dirasakan dari ujung rambut hingga ujung kaki, seperti mual, muntah, kesemutan, dan lainnya,” terang Dr. Ungky.
Pemerintah memberikan dukungan berupa pendampingan dan pembiayaan bagi penderita TBC RO yang mengalami kesulitan akibat efek samping obat.
TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. Bakteri ini tahan asam dan pengobatannya membutuhkan waktu lama.
“Penderita diabetes melitus (DM), gizi buruk, dan perokok lebih rentan terjangkit TBC,” jelas Dr. Ungky. “Perokok lebih mudah terkena TBC dan pengobatannya lebih sulit. Konversi kumannya juga lebih lambat pada perokok, sehingga menjadi tantangan tersendiri.”
Dr. Ungky menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya TBC dan pentingnya pengobatan yang tepat.