Jakarta | Militan – Menteri Luar Negeri Sugiono l pada hari Senin (2/12) mengungkapkan rencananya untuk menghidupkan kembali Direktorat Jenderal kementerian untuk urusan ekonomi.
Sugiono mengatakan, di tengah lanskap geopolitik yang semakin tegang, Indonesia akan mengambil peran yang lebih tegas dalam mendorong tatanan ekonomi internasional yang adil.
Ia juga menegaskan pentingnya meningkatkan ketahanan negara.
Muncul di hadapan Komisi I DPR yang mengawasi urusan luar negeri dan pertahanan, Sugiono telah membangkitkan banyak minat di kalangan diplomatik selama sebulan terakhir setelah ditunjuk sebagai menteri.
Secara resmi memperkenalkan dirinya dan tiga deputinya kepada anggota parlemen, dalam mengikuti kegiatan pemerintah baru-baru ini di panggung internasional.
Selama pertemuan, Sugiono menghadapi daftar panjang pertanyaan mulai dari perjanjian pembangunan bersama maritim Indonesia yang kontroversial dengan Tiongkok, hingga keanggotaan BRICS.
Sugiono mengatakan bahwa kebijakan tersebut selaras dengan prioritas Indonesia selama lima tahun ke depan, yaitu untuk mencapai swasembada pangan dan energi, meningkatkan pengaruh global negara serta meningkatkan perlindungan warga negara.
“Indonesia ingin menjadi negara kekuatan menengah yang kuat, berpengaruh, dan dihormati,” kata Sugiono.
“Untuk menjadi negara yang dihormati, kita harus memperkuat integritas kita. Kita harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membebaskan mereka dari kemiskinan, kelaparan, dan ketidakmampuan sehingga kita tidak harus bergantung pada negara lain.” imbuhnya.
Sebagai bagian dari pencapaian prioritas nasional Prabowo, Sugiono mengumumkan rencana untuk memperluas jaringan negara di luar mitra dagang tradisional, melalui direktorat jenderal baru di kementerian yang ditugaskan dengan memperkuat dan menyinkronkan proses untuk menegosiasikan kerja sama ekonomi dengan negara lain.
“Setelah beberapa evaluasi, kami menemukan bahwa ada banyak proses yang pada akhirnya akan melibatkan kementerian,” kata Sugiono.
“Kemudian kami berpikir, bahwa akan lebih baik jika kementerian dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang proses sejak awal. Jadi itu bisa lebih sadar saat berikutnya pemerintah membutuhkan bantuannya.”
Sugiono juga menggunakan kesempatan untuk memperkenalkan ruang lingkup tanggung jawab dari tiga wakil menterinya.
Wakil Menteri Anis Matta, akan fokus pada diplomasi dengan negara-negara Islam.
Arrmanatha Nasir sebagian besar akan menangani masalah internal kementerian dan urusan multilateral.
Sementara Arif Havas Oegroseno, akan memimpin kerja sama bilateral kementerian dan negosiasi perjanjian internasional.
Bagaimanapun kekhawatiran tetap ada, di antara anggota parlemen yang menuntut kejelasan lebih lanjut atas rencana masa depan kementerian dalam menavigasi lanskap global yang terpolarisasi, dengan persaingan antara Amerika Serikat dan Cina terus membayangi stabilitas dan keamanan kawasan.
Pernyataan baru-baru ini dengan China khususnya, mendapat banyak perhatian dan cukup memanas di anggota parlemen yang meneliti keinginan Indonesia untuk membuat pengembangan bersama dengan Beijing di maritim.
Pernyataan itu, menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah secara implisit mengakui klaim ‘Nine Dash Line’ di Laut Cina Selatan, termasuk Laut Natuna Utara Indonesia.
“Dalam 15 tahun saya di sini, saya selalu mendapat kesan bahwa posisi Indonesia di Laut Cina Selatan jelas,” kata anggota Komisi I TB Hasanuddin dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P), partai oposisi de facto, dalam pertemuan dengan Sugiono.
“Saya mengerti bahwa kerja sama dapat saling menguntungkan, tetapi dengan cara kita mengkhianati prinsip kedaulatan kita. Tolong berikan lebih banyak kejelasan tentang masalah ini,” katanya.
Sementara itu, anggota parlemen Sukamta, menuntut menteri menjelaskan apa artinya menjadi kekuatan menengah dan memberikan arahan yang jelas kepada kementerian sehingga kebijakan dapat disinkronkan.
Sugiono mengatakan bahwa keinginan untuk bekerja sama dengan berbagai negara adalah upaya untuk meredakan ketegangan di kawasan tersebut.
Dia mengatakan pemerintah telah mengadakan diskusi dengan tetangga regional sebelum membuat keputusan seperti bekerja sama dengan China.
“Kami akan selalu berpegang pada prinsip saling menghormati dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku,” katanya. (die)