Jakarta | Militan – Perwakilan bisnis dan ahli dari Jepang dan Indonesia sepakat pada konferensi baru-baru ini bahwa perkembangan yang sedang berlangsung dalam mobilitas udara dapat menawarkan peluang yang signifikan bagi kedua negara.
Teknologi seperti drone, pesawat listrik, dan kendaraan udara otonom (AAV) telah membuat transportasi udara jarak pendek lebih layak secara ekonomi.
Dalam diskusi tiga hari di Universitas Hosei di Tokyo, yang berlangsung dari 11-13 Desember 2024, para peserta mengeksplorasi peluang dan tantangan dalam mengembangkan mobilitas udara di Jepang dan Indonesia.
Yang hadir adalah dua perwakilan dari perusahaan Jepang HIEN Aero Technologies; Universitas Hosei Penelitian akustik dan ahli penerbangan Gaku Minorikawa serta spesialis teknologi listrik Universitas Pertanian dan Teknologi Tokyo Senichiro Yatsuda.
Direktur presiden Chuo Senko Indonesia Takeshi
Hompo juga hadir. Mewakili Indonesia adalah Direktur Presiden Bagaskara Firmantoko Soetopo dan LSPR Kepala komunikasi program doktoral Institut Komunikasi dan Bisnis, Rudy Harjanto.
“Kota-kota besar seperti Tokyo dan Jakarta menghadapi tantangan kemacetan trattik yang signifikan. Mobilitas udara menawarkan solusi praktis melalui layanan taksi udara yang dapat mengurangi beban transportasi darat,” kata Hompo dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh LSPR pada hari Jumat (13/12).
“Di sisi lain, di daerah terpencil dan pulau-pulau, mobilitas udara adalah alat vital untuk mengirimkan logistik, terutama makanan dan obat-obatan.” tambahnya.
Perkembangan mobilitas udara telah memperkenalkan solusi transportasi yang lebih efisien, lebih cepat, dan ramah lingkungan, terutama untuk daerah perkotaan dan terpencil.
Jepang telah memanfaatkan teknologi canggih dan infrastruktur modern untuk mendorong inovasi di lapangan.
Mobilitas udara telah memainkan peran dalam mendukung operasi penyelamatan di Jepang yang rawan bencana alam, karena kendaraan udara otonom dapat mengirimkan bantuan ke area yang sulit dijangkau.
“Teknologi ini terbukti sangat berharga selama gempa bumi dan tsunami Fukushima, di mana drone digunakan untuk memantau daerah yang terkena dampak bencana dan mengirimkan persediaan darurat,” kata Yatsuda.
Sementara itu Minorikawa, mengatakan mobilitas udara memberikan manfaat sosial, sehingga memudahkan orang-orang di daerah terpencil untuk mendapatkan kebutuhan dasar, layanan kesehatan, dan pendidikan.
“Kendaraan udara otonom mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas dibandingkan dengan transportasi darat, dan dalam situasi darurat, mobilitas udara memungkinkan pengiriman bantuan yang cepat,” katanya.
Minorikawa menambahkan bahwa penggunaan mobilitas udara dapat mengurangi biaya logistik melalui pengiriman yang lebih cepat dan bahwa industri mobilitas udara juga akan menciptakan peluang baru dalam manufaktur, pemeliharaan, dan pengembangan teknologi.
“Di Jepang, mobilitas udara bukan hanya tentang transportasi, itu dilihat sebagai bagian dari semangat inovatif negara,” kata Minorikawa.
Firmantoko, mengatakan mobilitas udara memiliki potensi besar di Indonesia, terutama untuk pengiriman intra-pulau dan bantuan bencana.
Rudy mengatakan komunikasi lintas budaya adalah kunci dalam memperkenalkan teknologi baru ke Indonesia.
“Komunikasi yang efektif dapat mempercepat adopsi teknologi mobilitas udara di sektor logistik antar pulau Indonesia, yang penting bagi negara kepulauan yang membutuhkan solusi transportasi udara yang efisien,” kata Rudy.
“Mobilitas udara adalah salah satu inovasi teknologi yang memiliki potensi besar untuk mengubah cara kita hidup, bekerja, dan bepergian.”
“Kolaborasi internasional, seperti yang dibahas, menunjukkan bahwa teknologi ini bukan hanya tentang inovasi, tetapi juga tentang manfaat bagi umat manusia,” tambahnya. (die)