close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

26.1 C
Jakarta
Sabtu, Januari 18, 2025

Yusril Kembali Mendapat Kritik Terkait Komentarnya Tentang Kekejaman Masa Lalu

spot_img

Jakarta | Militan – Amnesty International Indonesia telah mengkritik menteri Yusril Ihza Mahendra karena retorika kosong dalam pidato yang dia berikan untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional, di tengah kemajuan yang lamban dalam menyelesaikan kekejaman masa lalu dan laporan terus-menerus tentang kebrutalan polisi serta diskriminasi terhadap minoritas agama.

Dalam pidatonya pada hari Selasa (10/12), Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mendorong warga Indonesia untuk tidak terjebak oleh masa lalu dan menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak berat di masa lalu.

Direktur eksekutif Amnesty Indonesia, Usman Hamid mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa retorika kosong Yusril mencerminkan kegagalan berkelanjutan negara dalam menyelesaikan kasus hak asasi manusia di masa lalu.

“[Retorika] lebih lanjut memungkinkan budaya impunitas untuk aparat keamanan negara yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia. Terlepas dari pernyataan Yusril, bahwa setiap warga negara memiliki hak tanpa pandang bulu yang sama terlepas dari latar belakang mereka,” ujar Usman.

Dalam pidato pada Selasa malam, Yusril, yang sebelumnya telah menarik kritik atas komentar kontroversial tentang kekejaman masa lalu, menekankan pentingnya menegakkan hak asasi manusia, mengatakan bahwa upaya kolektif untuk melindungi, memajukan, dan membela setiap warga negara adalah kunci untuk masa depan negara.

Dia berjanji bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan fokus untuk melanjutkan kemajuan hak asasi manusia yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya, termasuk dengan mendukung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan menegakkan undang-undang hak asasi manusia.

“Kita harus melihat ke depan. Kami mencatat peristiwa masa lalu, kami menyelesaikannya dengan kemampuan terbaik kami, tetapi jangan sampai kami terbungkus dalam balas dendam dan permusuhan,” kata Yusril.

“Untuk kasus masa lalu dan masa depan, kami telah berhasil membentuk pengadilan hak asasi manusia untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat,” tambahnya.

Usman dari Amnesty menggambarkan pernyataan Yusril sebagai, tidak substansial dan mudah dibantah oleh fakta yang dapat diamati.

Menunjukkan bahwa sentimen itu kontraproduktif dalam memecahkan tren yang meningkat dari kebrutalan polisi serta kekerasan oleh militer di bagian-bagian tertentu di negara ini.

“Gerakan Reformasi sebenarnya telah memberi kita banyak dasar hukum dan peraturan untuk menegakkan hak asasi manusia, tetapi kenyataan dari apa yang terjadi di lapangan masih jauh dari harapan kita,” kata Usman.

Pada akhir Oktober, hanya beberapa jam sebelum dia dilantik sebagai menteri, Yusril mendapat kritik karena mengatakan kepada wartawan bahwa tragedi Mei 1998 yang belum terselesaikan tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan bahwa penunjukan tersebut harus disediakan untuk genosida, pembunuhan massal, dan pembersihan etnis.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan komentar Yusril tidak benar secara historis dan hukum, menunjukkan bahwa undang-undang yang berlaku menetapkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan bahwa ada bukti awal yang cukup dari dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan insiden Mei.

Pada bulan Mei 1998, serangkaian demonstrasi menyebabkan kekerasan massal dan kerusuhan yang mengakibatkan lebih dari 1.200 kematian dan setidaknya 52 kasus pemerkosaan, dengan sebagian besar korbannya adalah orang Tionghoa Indonesia.

Aktivis hak asasi juga mengkritik Yusril karena menunjukkan kurangnya empati terhadap para korban, banyak di antaranya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencari keadilan dari negara.

Sebagai tanggapan, Yusril mengklaim bahwa dia salah memahami pertanyaan tersebut.

“Tidak benar-benar jelas tentang apa yang mereka tanyakan kepada saya. Jika pertanyaannya adalah tentang genosida atau pembersihan etnis, yah, tidak ada yang terjadi pada tahun 1998,” katanya pada saat itu.

Yusril juga mengatakan pemerintahan Prabowo berkomitmen untuk menyelesaikan semua kekejaman masa lalu. (die)

spot_img

Berita Terpopuler

Penjual Obat Keras Tramadol Berkedok Toko Sembako di Curug Digeruduk Emak-Emak dan Tokoh Agama!

Depok | Militan - Kehebohan melanda wilayah Kelurahan Curug, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Sekelompok emak-emak bersama aliansi masyarakat dan tokoh agama melakukan aksi penggerebekan...

ABADI Solid, Demokrat Kota Malang Perkuat Dukungan di HUT ke-23

Malang | Militan - Suasana hangat dan penuh semangat mewarnai rapat konsolidasi dan koordinasi peringatan HUT ke-23 Partai Demokrat di Kota Malang. Bakal Calon...

Ojol Hina Pegawai Tuli, Grab Langsung Turun Tangan

Malang | Militan - Sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan aksi tak terpuji seorang driver ojol yang menghina seorang pegawai tuli di...

Polres Majalengka Amankan 4 Orang Terkait Produksi dan Peredaran Uang Palsu

Majalengka | Militan - Polres Majalengka membongkar kegiatan produksi dan peredaran uang palsu yang memproduksi Dolar dan Rupiah di Kabupaten Sumedang. Sebanyak 4 orang...

Meriah! Risma dan Sanusi-Lathifah ‘Mberot’ Bareng Bantengan di Rakercabsus PDI Perjuangan Malang

Malang | Militan - Suasana meriah menyelimuti Rapat Kerja Cabang Khusus (Rakercabsus) PDI Perjuangan di Kabupaten Malang, Minggu (15/9/2024). Hadir dalam acara ini, Tri...

Waspada! Kasus TBC di Indonesia Meroket, Dokter Spesialis Paru di Malang Ungkap Fakta Menakutkan

Jakarta | Militan - Indonesia menempati posisi kedua dunia dengan kasus Tuberkulosis (TBC) tertinggi, hanya kalah dari India. Data ini diungkap oleh Dr. Ungky...
Berita terbaru
Berita Terkait