Jakarta | Militan – Dewan Energi Nasional (DEN) telah memetakan 29 lokasi potensial untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir dengan total perkiraan kapasitas 45 hingga 54 gigawatt (GW).
Anggota DEN, Agus Puji Prasetyono mengatakan bahwa situs-situs ini terutama terletak di luar Jawa dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tengah dan timur.
Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara dan Halmahera di Maluku Utara akan diprioritaskan.
“Ada tiga pertimbangan: risiko tsunami, gunung berapi dan gempa bumi [garis patahan], yang harus setidaknya 5 kilometer,” kata Agus kepada wartawan di sela-sela acara Penghargaan DEN 2024 di Jakarta pada hari Selasa (10/12).
Keempat lokasi tersebut, menurut Agus, diprioritaskan karena kedekatannya dengan pusat permintaan, termasuk taman industri dan pabrik peleburan. Namun, situs-situs tersebut juga rentan terhadap gempa bumi.
“Semua pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang terletak di daerah yang rawan gempa bumi. Bagaimana mereka bisa melakukan itu? Mengapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama?” Agus berkata.
“Itulah yang harus dipikirkan Indonesia, bagaimana membangun pembangkit nuklir untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, tetapi di daerah yang rawan gempa.” ujarnya
Indonesia telah membuat beberapa janji iklim selama acara internasional sebelumnya, termasuk pertemuan puncak iklim COP29 Perserikatan Bangsa-Bangsa di Azerbaijan dan pertemuan Kelompok 20 (G20) di Brasil. Negara ini bersumpah untuk menjauh dari bahan bakar fosil dan mengungkapkan rencana ambisius untuk memperkenalkan lebih banyak energi bersih.
Namun, Indonesia telah melewatkan target energi terbarukannya dalam beberapa tahun terakhir, termasuk gagal memenuhi target investasinya.
Indonesia berencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertamanya, dengan kapasitas awal 250 MW. Menurut peta jalan energi negara, pabrik tersebut diperkirakan akan dibangun antara tahun 2031 dan 2035.
Pemerintah telah memutuskan untuk memulai dari yang kecil, karena berusaha untuk mengukur penerimaan publik terhadap sumber energi mengingat keengganan penduduk setempat di masa lalu.
Agus mengatakan bahwa Indonesia dijadwalkan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi 8 GW dari tahun 2036 hingga 2040, mengacu pada dokumen tersebut, yang rancangan revisinya belum ditandatangani oleh presiden meskipun ada seruan para pemangku kepentingan untuk penyelesaian yang cepat.
Perusahaan listrik milik negara PLN mengatakan bahwa mereka memperkirakan pembangkit listrik tenaga nuklir 5 GW mungkin menelan biaya sekitar US$29 miliar.
Kemudian, kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir negara itu diproyeksikan meningkat menjadi 21 GW dari tahun 2041 hingga 2050.
“Total kapasitas untuk 2060 diperkirakan akan mencapai antara 45 dan 54 GW,” kata Agus.
Indonesia bertujuan untuk memulai operasi komersial pembangkit listrik tenaga nuklir skala kecil pada tahun 2032, tujuh tahun lebih awal dari target awalnya pada tahun 2039, karena mencari cara untuk memenuhi permintaan energi domestik tanpa meninggalkan komitmen nol bersihnya di bawah Perjanjian Paris.
Pabrik batu bara menghasilkan lebih dari 54 persen dari total kapasitas terpasang 91,16 gigawatt (GW) di negara ini tahun lalu, diikuti oleh lebih dari 30 persen dari minyak dan gas, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (die)