close

SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

26.1 C
Jakarta
Sabtu, Januari 18, 2025

PDI-P Menyerukan Reformasi Atas Dugaan Campur Tangan Polisi Dalam Jajak Pendapat

spot_img

Jakarta | Militan – Tuduhan terhadap polisi yang melanggar prinsip netralitas politik selama pemilihan kepala regional 2024 pada 27 November telah memicu kembali perdebatan tentang reformasi polisi, dengan saran dari politisi dan kelompok sipil mulai dari menempatkan pasukan di bawah pengawasan menteri hingga memperkuat badan pengawasan internal.

Hasil awal pemilihan simultan minggu lalu menunjukkan, potensi kerugian bagi Partai Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI-P) di beberapa wilayah benteng, menyebabkan partai tersebut meluncurkan tuduhan pasca pemilihan di Kepolisian Nasional karena menyalahgunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi jajak pendapat guna menguntungkan kandidat tertentu.

Pejabat tinggi PDI-P telah mengaitkan proyeksi kekalahan partai dalam beberapa pemilihan gubernur, termasuk Jawa Tengah dan Sumatera Utara, dengan intrik oleh apa yang disebut partai coklat.

Namanya berasal dari warna seragam polisi dan mengacu pada sekelompok petugas polisi yang memobilisasi dukungan untuk kandidat yang didukung oleh mantan presiden Joko Widodo.

“Polisi, yang seharusnya melayani bangsa dan setia kepada Presiden Prabowo Subianto, telah disalahgunakan untuk ambisi Jokowi yang tidak pernah berakhir untuk kekuasaan,” kata sekretaris jenderal partai nasionalis, Hasto Kristiyanto dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu (1/12).

Deddy Yevri Sitorus, seorang anggota parlemen PDI-P di Dewan Perwakilan Rakyat, meminta Jenderal. Listyo Sigit Prabowo dimintai pertanggungjawaban dengan memecatnya sebagai kepala Polri.

Deddy juga menyarankan agar kepolisian ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri atau Militer Indonesia (TNI).

Listyo dikenal luas sebagai loyalis lama Jokowi, menikmati kenaikan pesat melalui jajaran polisi setelah menjalin hubungan dekat dengan mantan presiden, yang menunjuknya untuk memimpin Polri.

Jokowi dilaporkan menyarankan agar Prabowo menjaga Listyo tetap di jabatan selama masa pemerintahannya.

Seruan PDI-P untuk menempatkan polisi di bawah kementerian atau militer telah menemui keberatan dari pemerintah dan faksi-faksi DPR lainnya, yang berpendapat bahwa hal itu akan bertentangan dengan kebijakan pemerintahan kontemporer setelah gerakan reformasi tahun 1998.

Anggota parlemen DPR Habiburokhman, yang berasal dari Partai Gerindra, menolak tuduhan campur tangan polisi, menyebutnya tipuan yang tidak berdasar dan berpendapat bahwa polisi tidak dapat memihak pihak mana pun, karena berbagai aliansi politik terlibat dalam pemilihan regional.

Dia juga mengatakan tujuh dari delapan partai politik di DPR tidak setuju dengan panggilan dari PDI-P, yang dipandang sebagai oposisi de facto sebagai satu-satunya partai yang bukan anggota Koalisi Indonesia (KIM) pro-Prabowo.

“Sejarah telah membuktikan bahwa Polisi Nasional jauh lebih baik setelah institusi ditempatkan langsung di bawah presiden,” kata Habiburokhman.

Anggota parlemen Partai NasDem, Ahmad Sahroni mengatakan polisi harus tetap berada di bawah pengawasan presiden untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan, dan bahwa menempatkan pasukan di bawah Kementerian Dalam Negeri tidak akan menghentikan tuduhan politisasi.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, seorang loyalis Jokowi dan mantan kepala polisi, juga menolak gagasan tersebut, mengutip “kehendak era reformasi”.

Selama rezim Orde Baru presiden Soeharto, Polisi Nasional berada di bawah Angkatan Bersenjata Indonesia (ABRI), yang memiliki fungsi ganda militer-sipil.

Gerakan reformasi pro-demokrasi pada akhir 1990-an mengamanatkan pemisahan polisi dan militer, yang kemudian berganti nama menjadi TNI pada tahun 1999.

Sementara pengamat mengatakan panggilan PDI-P adalah sebuah saran yang salah arah, yang bertentangan dengan semangat era reformasi.

Beberapa orang telah memperingatkan bahwa tuduhan keterlibatan polisi yang berkembang dalam politik nasional adalah tanda yang mengkhawatirkan.

Henardi, ketua dewan di kelompok hak asasi Setara Institute, mengatakan kritik PDI-P harus ditafsirkan sebagai tindakan pencegahan terhadap penurunan demokrasi dan erosi integritas dalam pemilihan regional.

Dia mendesak peran pengawasan yang lebih kuat untuk Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), badan pengawas yang disetujui pemerintah yang bertugas memastikan independensi polisi dari kepentingan politik dan pengaruh eksternal lainnya.

Di sisi lain, pengamat polisi Bambang Rukminto, dari Institut Studi Keamanan dan Strategis (ISSES) mengatakan saran untuk menempatkan polisi di bawah kementerian untuk meningkatkan profesionalisme patut dipertimbangkan.

“Kementerian mana yang harus mengawasi polisi perlu dipelajari lebih teliti,” kata Bambang.

“tetapi menempatkan polisi di bawah otoritas kementerian baru yang mengawasi urusan keamanan bisa menjadi alternatif dari Kementerian Dalam Negeri.” tambahnya

Pengawasan menteri juga akan membantu mengurangi ruang lingkup wewenang polisi untuk mencegah penggunaannya sebagai alat politik.

Polisi Nasional saat ini memiliki kekuatan untuk menegakkan hukum serta merumuskan arah kebijakan dan anggarannya sendiri.

Bambang juga mengatakan bahwa apakah lembaga kepolisian dapat sepenuhnya bebas dari menjadi alat politik bergantung pada komitmen presiden dan kepala polisi.

“Seorang kepala polisi yang tegas, konsisten dan berkomitmen pada sumpahnya tentu tidak akan mudah tergoda oleh kekuasaan,” kata Bambang.

“Demikian pula, seorang presiden yang teguh dalam janjinya tentu tidak akan menggunakan aparat negara hanya untuk tujuan pragmatis kekuasaan politik sementara.” tegasnya. (die)

spot_img

Berita Terpopuler

Penjual Obat Keras Tramadol Berkedok Toko Sembako di Curug Digeruduk Emak-Emak dan Tokoh Agama!

Depok | Militan - Kehebohan melanda wilayah Kelurahan Curug, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Sekelompok emak-emak bersama aliansi masyarakat dan tokoh agama melakukan aksi penggerebekan...

ABADI Solid, Demokrat Kota Malang Perkuat Dukungan di HUT ke-23

Malang | Militan - Suasana hangat dan penuh semangat mewarnai rapat konsolidasi dan koordinasi peringatan HUT ke-23 Partai Demokrat di Kota Malang. Bakal Calon...

Ojol Hina Pegawai Tuli, Grab Langsung Turun Tangan

Malang | Militan - Sebuah video yang viral di media sosial memperlihatkan aksi tak terpuji seorang driver ojol yang menghina seorang pegawai tuli di...

Polres Majalengka Amankan 4 Orang Terkait Produksi dan Peredaran Uang Palsu

Majalengka | Militan - Polres Majalengka membongkar kegiatan produksi dan peredaran uang palsu yang memproduksi Dolar dan Rupiah di Kabupaten Sumedang. Sebanyak 4 orang...

Meriah! Risma dan Sanusi-Lathifah ‘Mberot’ Bareng Bantengan di Rakercabsus PDI Perjuangan Malang

Malang | Militan - Suasana meriah menyelimuti Rapat Kerja Cabang Khusus (Rakercabsus) PDI Perjuangan di Kabupaten Malang, Minggu (15/9/2024). Hadir dalam acara ini, Tri...

Waspada! Kasus TBC di Indonesia Meroket, Dokter Spesialis Paru di Malang Ungkap Fakta Menakutkan

Jakarta | Militan - Indonesia menempati posisi kedua dunia dengan kasus Tuberkulosis (TBC) tertinggi, hanya kalah dari India. Data ini diungkap oleh Dr. Ungky...
Berita terbaru
Berita Terkait