Jakarta | Militan – Pengumuman pemerintah minggu lalu, bahwa mereka akan menaikkan upah minimum sebesar 6,5 persen tahun depan telah disambut dengan persetujuan yang tenang.
Presiden Prabowo Subianto mengatakan pada konferensi pers pada hari Jumat (29/11) bahwa keputusan itu diambil dalam upaya untuk meningkatkan daya beli pekerja dengan juga mempertimbangkan daya saing sektor bisnis.
“Menteri Tenaga Kerja awalnya mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen. Namun, setelah diskusi dan pertemuan dengan para pemimpin buruh, kami memutuskan untuk menaikkan upah minimum rata-rata nasional sebesar 6,5 persen,” katanya.
Prabowo mengatakan bahwa upah minimum adalah jaring pengaman penting bagi para pekerja, dan bahwa pemerintahannya akan terus bekerja guna meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
Indonesia memiliki beberapa undang-undang ketenagakerjaan paling progresif di kawasan ini. Tetapi perdebatan pemerintah baru-baru ini tentang kenaikan upah telah membuat pekerja dan pengusaha cemas, terutama setelah pemerintah berencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dari 11 persen pada tahun depan.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pada hari Sabtu (30/11) meskipun kenaikan upah minimum lebih rendah daripada yang diminta oleh serikat pekerja, dia menghargai Prabowo karena mengambil jalan tengah antara kesejahteraan buruh dan kepentingan industri.
Said Iqbal adalah salah satu pemimpin buruh yang bertemu Prabowo pada hari Jumat (29/11).
“Itu cukup dekat dengan tarif yang kami minta. Kami pikir kenaikan itu cukup rasional, terutama mengingat kami mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut awal tahun ini,” katanya.
Sebelumnya, KSPI menuntut kenaikan upah minimum sebesar 8 hingga 10 persen, yang dihitung berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir.
Permintaan itu datang tidak lama, setelah Mahkamah Konstitusi pada 31 Oktober membatalkan 21 pasal dalam Undang-Undang Penciptaan Pekerjaan 2023, termasuk yang terkait dengan upah minimum, ketentuan kontrak, dan prosedur PHK. Karena mereka merusak hak-hak buruh, membutuhkan revisi yang signifikan untuk membuatnya sejalan dengan Konstitusi.
Putusan itu dibuat mendukung beberapa permintaan yang diajukan oleh KSPI dan beberapa serikat pekerja lainnya, serta Partai Buruh, yang juga diketuai oleh Said Iqbal.
Namun setelah putusan tersebut, KSPI menuduh Kantor Menteri Koordinator Ekonomi merumuskan kebijakan baru yang benar-benar mengabaikan keputusan pengadilan, terutama mengenai ketentuan upah minimum.
KSPI pada saat itu mengatakan, bahwa sekitar 5 juta pekerja dari setidaknya 15.000 pabrik dan penyedia layanan akan mengambil bagian dalam serangkaian pemogokan pada bulan Desember.
Menuntut agar pemerintah menaikkan upah minimum sesuai dengan permintaan serikat pekerja dan untuk mematuhi putusan pengadilan.
Tetapi pada hari Sabtu (30/11) Said Iqbal mengatakan pada konferensi pers, bahwa KSPI telah membatalkan pemogokan yang direncanakan, karena serikat pekerja percaya bahwa pemerintah telah memenuhi tuntutan para pekerja.
Nining Elitos dari Aliansi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), mengatakan bahwa kenaikan upah sebesar 6,5 persen hampir tidak cukup untuk memastikan bahwa para pekerja memiliki kehidupan yang layak, mengingat kenaikan PPN yang direncanakan tahun depan.
“Efek pengganda dari kenaikan pajak akan sangat besar, terutama bagi para pekerja. Selain itu, pemerintah juga telah berencana untuk menaikkan premi asuransi kesehatan nasional (JKN) yang wajib bagi semua warga negara,” kata Nining pada hari Minggu (1/12).
Dirinya menyatakan keraguan bahwa, kenaikan upah minimum akan dapat meningkatkan daya beli pekerja tahun depan jika premi PPN dan JKN juga lebih tinggi.
“Ini akan menciptakan masalah besar, karena pekerja merupakan bagian besar dari populasi kita. Jika daya beli mereka turun, pertumbuhan ekonomi negara akan terhenti,” tambah Nining.
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat mengatakan, bahwa kenaikan upah tidak signifikan terutama karena kenaikan upah minimum biasanya menyebabkan kenaikan harga makanan pokok.
“Jadi kami mendesak pemerintah untuk tidak hanya menaikkan upah minimum, tetapi juga menurunkan harga pangan. Menaikkan subsidi untuk bahan bakar dan listrik serta memastikan bahwa pekerja juga memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan keuangan dari pemerintah,” katanya.
Sementara itu Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, bahwa mereka akan menunggu penjelasan komprehensif dari pemerintah terkait metode yang digunakan untuk menghitung kenaikan upah, terutama apakah itu mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja, daya saing industri dan ekonomi nasional.
Namun, kelompok tersebut memperingatkan bahwa kenaikan tersebut dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia baik di pasar domestik maupun global.
“Kami khawatir bahwa ini pada akhirnya akan menyebabkan gelombang PHK massal dan menghambat penciptaan lapangan kerja baru,” kata ketua Apindo, Shinta Kamdani. (die)