Jakarta | Militan – Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) rencananya akan dimulai pada 1 Januari 2025, mungkin akan diundur dua atau tiga bulan karena pemerintah tengah berusaha untuk meluncurkan bantuan sosial guna menjaga aktivitas ekonomi tetap berjalan.
Luhut Pandjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional mengatakan penundaan itu hampir pasti tetapi, Presiden Prabowo Subianto yang akan memutuskan masalah ini dalam pertemuan pemerintah yang akan datang.
“Presiden tidak ingin beban rakyat meningkat, jadi diskusi berputar tentang bagaimana mengurangi beban itu, dan di sekitar dana yang dibutuhkan untuk membuat ekonomi bergerak,” kata Luhut kepada wartawan pada Rabu (27/11) pagi, setelah memberikan suaranya di Jakarta dalam pemilihan regional nasional.
Dia menjelaskan bahwa, sejauh ini proposalnya adalah untuk menutupi tagihan listrik rumah tangga tertentu daripada menyediakan transfer uang tunai langsung untuk menghindari penyalahgunaan dana, seperti untuk perjudian.
Luhut menyarankan untuk rumah tangga dengan catu daya dibatasi pada 1.200 atau 1.300 watt, yang umumnya dikaitkan dengan orang-orang berpenghasilan menengah, mungkin memenuhi syarat untuk pembebasan dua atau tiga bulan pada tagihan listrik mereka.
“Ada banyak dana dalam anggaran negara, saya percaya masih ada beberapa ratus triliun rupiah yang dapat digunakan. Tidak ada masalah di sana, tetapi Presiden sekarang ingin distribusi bantuan menjadi lebih efisien, lebih efektif, ditargetkan,” ujar Luhut.
Luhut mengatakan, setelah peluncuran bantuan kenaikan PPN akan dimulai.
Setelah kenaikan dari 10 menjadi 11 persen pada 1 April 2022, tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang No. 7/2021 tentang perpajakan.
Pemerintah menegaskan kembali rencana tersebut pada 13 November selama pertemuan antara Kementerian Keuangan dan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat XI, yang mengawasi urusan keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berargumen dalam pertemuan tersebut bahwa kenaikan itu diperlukan untuk menjaga kesehatan anggaran negara.
Namun, rencana tersebut telah dikritik oleh para bisnis, analis, dan anggota parlemen serta memicu reaksi publik.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan pada (20/11) bahwa rencana tersebut harus ditinjau kembali.
Karena implementasinya dapat memberikan tekanan serius pada daya beli rakyat, yang pada akhirnya bisa melambat penurunan pertumbuhan ekonomi.
Rencana PPN juga menghadapi oposisi dari netizen, dengan kata kunci “PPN 12%” (12 persen PPN) menjadi topik yang sedang tren di X selama beberapa hari minggu lalu.
Beberapa pengguna memasang gambar dengan latar belakang biru, yang menampilkan simbol nasional Indonesia Garuda di sudut kiri atas dengan teks bertuliskan “Perpajakan tanpa perwakilan adalah kejahatan”.
Gambar itu berisi seruan yang berbunyi “TOLAK PPN 12%!”
Anggota parlemen Cucun Ahmad Syamsurijal, dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berpendapat bahwa harga akan naik dan merugikan terutama yang miskin dan rentan.
Luhut bukan satu-satunya pejabat negara bagian yang menyarankan kenaikan itu ditunda, karena ketua Badan Legislasi DPR (Baleg) Bob Hasan juga mengatakan pada hari Selasa (26/11) bahwa itu mungkin akan ditunda. (die)