Jakarta | Militan – Koalisi aktivis hak-hak hewan, menggelar protes di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta pada hari Kamis (21/11). Memprotes keputusan untuk menolak RUU yang diusulkan melarang perdagangan daging anjing dan kucing.
Karin Franken, koordinator Jakarta Animal Aid (JAA) mengatakan keputusan Badan Legislasi DPR (Baleg) untuk menolak RUU yang diusulkan tidak dapat dibenarkan.
Dia juga mengkritik komentar yang dibuat oleh Firman Soebagyo, seorang anggota Baleg dari Partai Golkar, yang meremehkan proposal tersebut dengan menyebutnya tidak perlu.
“Kami membaca di media bahwa salah satu anggota Baleg berkata, ‘Jangan repot-repot, hapus saja, itu tidak penting‘, dan mereka mengatakan mereka harus melindungi konsumen dan pedagang, yang tidak masuk akal,” kata Karin.
Karin menekankan bahwa dia dan aktivis hak-hak hewan lainnya akan terus mengadvokasi undang-undang yang melarang konsumsi daging anjing dan kucing.
“Kami tidak akan diam, kami akan terus berjuang untuk ini,” tambahnya.
Pada hari Senin (18/11) pihak Badan Legislasi menolak RUU yang diusulkan, yang melarang perdagangan daging anjing dan kucing ke dalam program undang-undang nasional jangka menengah 2025-2029.
Badan Legislasi mengatakan, bahwa kelompok etnis tertentu di Indonesia masih mengkonsumsi daging anjing
“Kami, selaku DPR, tentu saja mendengarkan kehendak publik seperti yang disampaikan oleh LSM,” kata Firman selama pertemuan Baleg.
“Namun, tidak semua saran dari LSM akan diterima dan dimasukkan dalam daftar panjang,” lanjutnya.
Wakil ketua Baleg, Sturman Panjaitan dari Partai Perjuangan Demokratik Indonesia (PDI-P), setuju dengan argumennya.
“Jangan gunakan argumen perdagangan daging anjing. Kesejahteraan dan perlindungan hewan sudah cukup, termasuk anjing, dan kami akan membahasnya di sana,” katanya.
Sementara itu, Adrian Hane, manajer hukum dan advokasi Dog Meat Free Indonesia (DMFI), juga menyatakan kekecewaan atas sikap Baleg, yang dirasa mengutamakan kepentingan daging anjing dan kucing untuk konsumen.
“Kami meningkatkan kekhawatiran publik tentang masalah perdagangan daging anjing dan kucing di Indonesia. Banyak kasus terjadi, dan hampir setiap negara di dunia telah melarangnya,” katanya.
Adrian menambahkan bahwa Indonesia harus mengikuti contoh Korea Selatan, yang melarang konsumsi daging anjing dan kucing pada awal tahun 2024.
“Korea Selatan mengeluarkan peraturan yang melarangnya tahun ini, dan hampir 85 persen warga Korea Selatan mengonsumsi daging anjing,” katanya.
Aktivis hak-hak hewan dan anggota Dewan Legislatif Jakarta, Hardiyanto Kenneth dari PDI-P berbagi sentimen yang sama.
“Sebagai pecinta hewan, saya merasa aneh dan sangat menentang keputusan Baleg untuk menghapus RUU tentang larangan kekejaman terhadap hewan domestik dan perdagangan daging anjing dan kucing,” katanya pada hari Kamis (21/11).
“Saya hanya bertanya, apa yang sedang terjadi? Lucu saja, bagaimana bisa dihapus?”
Hardiyanto berjanji untuk terus mengadvokasi peraturan di Jakarta yang melarang konsumsi daging anjing sejalan dengan undang-undang yang ada. (die)