Beijing | Militan – Kementerian Luar Negeri pada hari Minggu (10/11), mengatakan bahwa Indonesia telah berencana melakukan pembangunan bersama yang baru dengan Tiongkok.
Kerja sama baru ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan sebagai “tetangga yang baik“, serta memastikan bahwa mereka tidak akan membahayakan terkait hak hukum atau yurisdiksi di perairan yang berdekatan dengan laut yang tengah diperebutkan ini.
Pernyataan ini, mengikuti terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini yang mengatakan bahwa “kemitraan lebih baik dari pada konflik”, di tengah kekhawatiran Indonesia yang mendukung klaim luas Tiongkok di Laut Cina Selatan di atas Yurisdiksi Asia Tenggara.
Setelah pertemuan pertama Prabowo dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, Pada (9/11). Indonesia dan Tiongkok menyatakan bahwa mereka telah mencapai pemahaman bersama tentang pengembangan bersama di bidang klaim yang tumpang tindih.
Kata-kata itu tentunya menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak di Indonesia, dan para analis memperingatkan bahwa hal itu dapat menandakan pergeseran dari sikap non-penggugat Jakarta dan membahayakan hak sumber daya eksklusifnya.
Pada saat melakukan perjalanan di Peru di sela-sela tur kerja sama Prabowo, seorang pejabat senior kementerian menegaskan bahwa Indonesia mempertahankan posisi lamanya atas klaim Tiongkok.
“Dokumen tersebut menguraikan bahwa kedua belah pihak akan membentuk komite antar pemerintah untuk mengeksplorasi kerja sama dan modalitasnya,” kata Abdul Kadir Jailani, direktur jenderal untuk urusan Asia, Pasifik dan Afrika.
“Ini berarti bahwa rinciannya termasuk ruang lingkup geografis kerja sama, nantinya akan ditentukan oleh komite,” katanya pada hari Minggu.
Pernyataan itu dikeluarkan selang beberapa minggu, setelah kapal penjaga pantai Tiongkok berulang kali mengganggu survei ilmiah untuk perusahaan minyak dan gas negara Pertamina di Laut Natuna Utara.
Bagian dari zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia yang menyimpan cadangan gas alam dan potensi perikanan yang luas.
Kapal nelayan Cina yang terkadamg masuk ke perairan Indonesia yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan dengan Beijing ini, mengklaim bahwa mereka beroperasi di tempat penangkapan ikan “tradisional”.
Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak Di Laut China Selatan (DoC) yang mendukung keterlibatan tanpa adanya perjanjian perbatasan.
“Presiden telah berbagi kesempatan dan menyarankan bahwa, kerja sama ini bertujuan untuk hubungan yang harmonis dengan membuat Laut Cina Selatan menjadi lautan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran,” jelasnya.
“Pengakuan yang baru ini dapat mengikis reputasi Indonesia sebagai pemimpin regional dan mediator, serta merusak kedudukan diplomatiknya di ASEAN dan sekitarnya,” kata I Made Andi Arsana, seorang peneliti Universitas Gadjah Mada pada hari Senin.
Menurut Andi, Indonesia harus terlebih dahulu mengumpulkan data yang cukup tentang potensi ekonomi daerah yang dipertimbangkan untuk pengembangan bersama sebelum mengejar kerja sama baru.
Andreas Salim, direktur program untuk keamanan maritim di Inisiatif Keadilan Laut Indonesia (IOJ), menyarankan agar Prabowo mengikuti jejak rekannya dari Filipina, Ferdinand Ji Marcos, yang pernah membatalkan perjanjian dengan Tiongkok. (die)